Pendaki Wajib Tahu: 4 Kondisi Medis Saat di Gunung!

Petualangan mendaki gunung selalu menawarkan pesona keindahan alam yang tak tertandingi. Namun, di balik keagungannya, aktivitas ini menyimpan tantangan dan risiko yang tidak bisa dianggap remeh. Setiap langkah menanjak, apalagi di ketinggian yang ekstrem, bukan hanya menguji ketahanan fisik dan mental, tetapi juga menyembunyikan potensi bahaya tak terduga.

Medan yang curam, jalur yang menantang, serta perubahan cuaca yang ekstrem dan cepat adalah bagian dari tantangan mendaki gunung. Tanpa persiapan yang matang dan pemahaman akan potensi bahaya, perjalananmu bisa berakhir tidak seperti yang diharapkan. Lebih dari sekadar kelelahan, ada beberapa kondisi medis serius yang kerap mengintai para pendaki. Mari kenali dan waspadai penyakit-penyakit ini agar petualanganmu tetap aman dan menyenangkan.

1. Dehidrasi Img AA1IVe9X

Salah satu ancaman kesehatan yang paling umum dan sering menimpa pendaki gunung adalah dehidrasi. Kondisi ini mudah terjadi karena aktivitas fisik yang intens, jalur menanjak yang menguras tenaga, dan terkadang cuaca panas yang mempercepat pengeluaran keringat. Menurut Mayo Clinic, dehidrasi didefinisikan sebagai kondisi ketika tubuh kehilangan lebih banyak cairan daripada yang mampu diserap. Mengingat sekitar 78 persen tubuh manusia terdiri dari air, menjaga kecukupan asupan cairan menjadi krusial untuk memastikan seluruh fungsi tubuh berjalan optimal.

Pada tahap awal, tubuh akan memberi sinyal berupa rasa haus. Namun, jika peringatan ini diabaikan, gejala dehidrasi dapat memburuk dengan cepat. Tanda-tanda dehidrasi yang lebih parah meliputi bibir kering pecah-pecah, rasa lelah yang ekstrem, pusing, kebingungan, hingga frekuensi buang air kecil yang berkurang drastis. Dehidrasi ringan umumnya bisa diatasi dengan segera mengonsumsi air yang cukup. Namun, untuk kasus yang sudah parah, penanganan medis berupa infus mungkin diperlukan untuk mengembalikan keseimbangan cairan tubuh secepatnya.

2. Hipotermia Img AA1IFVhX

Ancaman lain yang tak kalah serius di pegunungan adalah hipotermia, suatu kondisi di mana suhu tubuh anjlok drastis akibat paparan cuaca dingin, basah, dan berangin. Karakteristik gunung dengan cuaca yang sangat dinamis—dari cerah terik menjadi badai dalam hitungan menit—membuat risiko hipotermia selalu mengintai. Menurut Mayo Clinic, hipotermia terjadi saat suhu inti tubuh turun di bawah 35 derajat Celsius. Kondisi ini sangat berbahaya karena dapat mengganggu fungsi vital organ, terutama jantung dan sistem saraf, yang kemudian memicu berbagai gejala hipotermia seperti menggigil tak terkontrol, bicara melantur, koordinasi tubuh yang buruk, dan napas yang dangkal.

Seringkali, para pendaki salah mengartikan gejala hipotermia sebagai respons normal tubuh terhadap dingin, padahal ini adalah kondisi darurat medis. Penanganan cepat sangat krusial: segera pindahkan penderita ke tempat yang lebih hangat, ganti pakaian basah dengan yang kering, selimuti dengan tebal, dan jika memungkinkan, gunakan sumber panas eksternal seperti lampu pemanas. Mengabaikan hipotermia dapat berakibat fatal, mulai dari penurunan kesadaran, henti jantung, hingga kematian.

3. Acute Mountain Sickness (AMS) Img AA1IVgJl

Meskipun tidak sesering dehidrasi atau hipotermia, Acute Mountain Sickness (AMS) atau penyakit ketinggian adalah kondisi yang tetap harus diwaspadai serius oleh para pendaki, bahkan di gunung-gunung Indonesia. Menurut Cleveland Clinic, AMS terjadi ketika tubuh gagal beradaptasi dengan cepat terhadap penurunan kadar oksigen di ketinggian. Kondisi ini paling sering menyerang mereka yang belum terbiasa dengan elevasi tinggi atau pendaki yang naik terlalu cepat, terutama di atas ketinggian 2.438 meter di atas permukaan laut. Gejala AMS meliputi sakit kepala berdenyut, mual dan muntah, hilangnya nafsu makan, kelelahan ekstrem meski telah beristirahat, kesulitan tidur, dan sensasi kepala terasa ringan.

Bagi pendaki pemula atau yang belum terbiasa dengan ketinggian, sangat disarankan untuk tidak menambah elevasi lebih dari 500 meter per hari guna memberi waktu tubuh beradaptasi. Jika gejala AMS mulai muncul, langkah terbaik adalah segera turun ke ketinggian yang lebih rendah. Jangan pernah memaksakan diri untuk terus naik saat tubuh sudah memberi sinyal ketidaknyamanan. Dalam kasus yang parah, AMS dapat berkembang menjadi kondisi yang mengancam jiwa, seperti edema paru (penumpukan cairan di paru-paru) atau edema serebral (pembengkakan otak).

4. Frostbite Img AA1IV7aV

Untuk pendaki di Indonesia dengan iklim tropis, frostbite atau radang dingin akut mungkin terdengar asing, sebab kondisi ini memang umumnya terjadi di pegunungan es yang ekstrem. Menurut Cleveland Clinic, frostbite adalah kerusakan jaringan kulit akibat paparan suhu di bawah titik beku (0 derajat Celsius). Semakin rendah suhu, semakin cepat frostbite menyerang. Ini terjadi karena lebih dari 60 persen kulit manusia mengandung air. Pada suhu ekstrem, air ini akan membeku menjadi kristal, menghambat aliran darah, dan merusak sel-sel.

Meskipun dapat menyerang bagian tubuh mana pun, area yang paling rentan terhadap radang dingin adalah jari tangan dan kaki, wajah, hidung, serta telinga. Untungnya, frostbite parah tidak terjadi seketika. Awalnya, akan muncul frostnip, bentuk radang dingin ringan yang ditandai dengan nyeri, kesemutan, dan mati rasa. Jika tidak segera ditangani, frostnip dapat berkembang menjadi radang dingin sedang, di mana kulit mulai berubah warna dan terasa hangat.

Tahap terparah adalah frostbite sejati, di mana kulit tampak pucat, putih, atau bahkan kebiruan. Dalam 24 hingga 48 jam, kulit akan melepuh, dan pada akhirnya berubah menjadi hitam, menandakan kematian jaringan secara permanen. Oleh karena itu, mengenali tanda-tanda awal dan mengambil tindakan cepat sangat penting, terutama jika Anda berencana menjelajahi daerah bersalju.

Pada akhirnya, mendaki gunung adalah pengalaman yang luar biasa untuk menyatu dengan alam dan menguji batas diri. Namun, keindahan petualangan ini harus sejalan dengan kesadaran akan risiko yang mengintai. Kunci utamanya adalah persiapan yang matang dan kemauan untuk tidak memaksakan diri. Ingatlah selalu, tujuan utama setiap pendakian bukanlah semata-mata mencapai puncak, melainkan kembali ke rumah dengan selamat dan sehat. Jangan sampai pengalaman berharga berubah menjadi musibah yang mengharuskan evakuasi tim SAR.

Referensi

“Acute Mountain Sickness”. Healthline. Diakses Juli 2025.

“Altitude Sickness”. Cleveland Clinic. Diakses Juli 2025.

“Dehydration”. Cleveland Clinic. Diakses Juli 2025.

“Dehydration: Symptoms and Causes”. Mayo Clinic. Diakses Juli 2025.

“Frostbite”. Cleveland Clinic. Diakses Juli 2025.

“Frostbite: Symptoms and Causes”. Mayo Clinic. Diakses Juli 2025.

“Hypothermia (Low Body Temperature)”. Cleveland Clinic. Diakses Juli 2025.

“Hypothermia: Symptoms and Causes”. Mayo Clinic. Diakses Juli 2025.

10 Potret Ririe Fairus Mendaki Gunung Ciremai, Menyenangkan! 5 Hal Sepele yang Sering Jadi Pemicu Cedera saat Mendaki

You might also like