Ricuh! Pembongkaran Bangunan Liar di Pantai Bingin: Warga Terusir?

Ayowesata.com MANGUPURA – Aksi pembongkaran bangunan liar, meliputi akomodasi penginapan, warung, kafe, dan restoran di Pantai Bingin, yang dipimpin langsung oleh Gubernur Bali, Wayan Koster, menuai penolakan keras dari masyarakat sekitar.

Gelombang resistensi tersebut terlihat jelas dengan pemasangan sejumlah spanduk di sepanjang jalur menuju Pantai Bingin, bahkan hingga di depan pintu masuk Morabito Art Cliff, lokasi yang menjadi simbolis dimulainya pembongkaran oleh Gubernur Koster. Spanduk-spanduk tersebut dengan tegas menyuarakan “Kami Menolak Pembongkaran Usaha Pantai Bingin”.

Tak hanya itu, spanduk lain juga menggarisbawahi penolakan dengan tulisan, “Tolak Eksekusi Sepihak Dari Pemerintah Kabupaten Badung Tanpa Adanya Putusan Yang Berkekuatan Hukum Tetap Dari PTUN Nomor Perkara : 18…”, menunjukkan upaya hukum yang sedang berlangsung. Di area parkir akses masuk Pantai Bingin, terpampang pula spanduk yang menyiratkan harapan damai namun tegas: “Kami Mau Diatur Tapi Menolak Di Bongkar”.

Baca juga: BREAKING NEWS: Koster Pimpin Pembongkaran Bangunan Ilegal di Pantai Bingin Bali, Lahan Milik Pemda

Nyoman Musadi, salah satu tokoh masyarakat Pantai Bingin, menyampaikan keprihatinannya yang mendalam atas insiden hari ini. Ia menyoroti bagaimana ratusan warga menggantungkan hidupnya pada ekosistem usaha di Pantai Bingin dan sangat menyayangkan adanya eksekusi pembongkaran yang begitu mendadak. “Saya selaku warga masyarakat Bingin dalam hal ini merasakan sangat prihatin atas kejadian hari ini. Di mana pembongkaran yang begitu singkat artinya kalau menurut kami dari pengelola atau pemilik warung Pantai Bingin kalau bisa minta negosiasi kepada Bapak Gubernur dan Bupati Badung,” ujarnya pada Senin, 21 Juli 2025.

Lebih lanjut, Musadi menjelaskan bahwa sekitar 45 bangunan di Pantai Bingin telah menerima surat perintah pembongkaran karena tuduhan pelanggaran tata ruang. Keputusan ini secara langsung mengancam mata pencarian 45 pemilik warung tradisional beserta keluarga mereka yang mayoritas berasal dari kawasan tersebut. “Bahkan lansia pun mereka masih mencari nafkah di wilayah Pantai Bingin,” imbuhnya, menyoroti dampak luas kebijakan ini.

Pemerintah Kabupaten Badung beralasan pembongkaran ini didasari oleh dugaan pelanggaran tata ruang, penggunaan lahan, masalah lingkungan, serta tindak pidana penyerobotan lahan. Namun, Musadi dan warga lainnya menilai kebijakan ini sebagai penegakan hukum yang tebang pilih, di mana hanya menyasar usaha lokal sementara proyek-proyek besar lainnya diabaikan.

“Ada yang sedang memperkaya diri dari investasi asing yang ingin membersihkan lahan untuk pembangunan resor. Sementara kawasan lain seperti Jimbaran, Balangan, dan resor Uluwatu dengan zonasi serupa tidak menghadapi ancaman pembongkaran mendesak,” papar Musadi, menyuarakan dugaan adanya motif tersembunyi di balik penggusuran ini.

Menurut Nyoman Musadi, warung-warung yang berdiri di sekitar Pantai Bingin merupakan warisan turun temurun yang telah membentuk komunitas bernama Komunitas Keluarga Lintas Generasi. Komunitas ini secara langsung terancam terusir dari tanah pesisir leluhur mereka. “Keluarga Lintas Generasi terancam terusir dari tanah pesisir leluhur. Komunitas ini terdiri dari anak-anak, cucu-cucu yang juga perlu makan, dampaknya meluas ke jaringan keluarga,” ungkapnya, menggambarkan betapa fundamentalnya masalah ini bagi keberlangsungan hidup mereka.

Img AA1IY2cW

Kecemasan dan ketakutan akan masa depan kini menyelimuti 34 pemilik warung tradisional. Mereka meyakini bahwa kompromi yang adil haruslah berarti pembangunan inklusif, bukan penggusuran paksa yang menghilangkan hak mereka. Pertanyaan besar pun mengemuka: mengapa Pantai Bingin baru menjadi target penelusuran sekarang, padahal pelanggaran penggunaan lahan telah merata di seluruh Bali?

Standar keselarasan arsitektur juga dipertanyakan, mengingat fakta bahwa 80 persen rumah dan hotel di Bali disebutkan tidak memiliki izin yang sah. Transparansi mengenai siapa yang akan diuntungkan dari lahan yang dikosongkan ini menjadi tuntutan utama masyarakat. “Sebagai masyarakat lokal yang berasal dari sini, para orang tua kami masih menggantungkan hidupnya di Pantai Bingin. Jika usaha kami ditutup atau dibongkar, bagaimana nasib kami?” tuturnya dengan nada lirih, menyuarakan keputusasaan dan harapan akan keadilan.

Kumpulan Artikel Bali

You might also like